Blog Islami yang berdasarkan Quran dan Hadits.

Saturday, July 26, 2014

7 Amalan Sunah Saat Lebaran

7 Amalan Sunah Saat Lebaran (Idul Fitri)

Panduan Shalat Idul Fitri dan Merayakan Lebaran. Apa hukumnya Malam Takbiran?

YANG dimaksud amalan sunah saat Lebaran atau Idul Fitri adalah amalan yang dilakukan Rasulullah Saw dan para sahabat, ketika "merayakan" hari raya umat Islam ini.
Dari berbagai sumber, kita bisa menemukan amalan yang dicontohkan dan dianjurkan Rasulullah Saw menjelang dan/atau saat lebaran antara lain sebagai berikut:

1. Mandi
Dianjurkan untuk mandi sebelum berangkat shalat Id. Ibnul Qayyim mengatakan, “Terdapat riwayat yang shahih yang menceritakan bahwa Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mandi pada hari ‘ied sebelum berangkat shalat.” [Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad]
2. Makan
Makan sebelum berangkat ke tempat Shalat Idul Fitri. Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah Saw biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.” [HR. Ahmad]
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan, “Setiap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak berangkat shalat Idul Fitri, beliau makan beberapa kurma, dan beliau makan dengan jumlah ganjil.” (HR. Al-Bukhari)
Dari Buraidah, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berangkat menuju shalat Idul Fitri sampai beliau makan terlebih dahulu. Ketika Idul Adha, beliau tidak makan sampai shalat dahulu.” (HR. At-Turmudzi dan Ibnu Majah).
Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fithri adalah agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa. Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat ‘ied. [Shahih Fiqh Sunnah].
3. Mengenakan Pakaian Terbaik
Berhias diri dan memakai pakaian yang terbaik. Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi Saw biasa keluar ketika shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha dengan pakaiannya yang terbaik.” [Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad,]
4. Takbir dalam Perjalanan ke Tempat Shalat Id
Bertakbir ketika keluar hendak shalat ‘ied. Dalam suatu riwayat disebutkan, “Nabi Saw biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.” [As Silsilahh Ash Shahihah]
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Rasulullah Saw pernah berangkat shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Al Fadhl bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin’Abbas, ‘Ali, Ja’far, Al Hasan, Al Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, dan Ayman bin Ummi Ayman, mereka mengangkat suara membaca tahlil (laa ilaha illallah) dan takbir (Allahu Akbar).” [HR. Al Baihaqi].
5. Berjalan Kaki Menuju Tempat Shalat Id
Dari Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju lapangan dengan berjalan kaki, dan beliau pulang juga dengan berjalan. (HR. Ibnu Majah)
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Termasuk sunnah: keluar menuju lapangan dengan jalan kaki dan makan sebelum berangkat (Idul Fitri).” (HR. At-Turmudzi dan Ibnu Majah)
6. Jalan yang Berbeda
Berangkat dan pulang melewati jalan yang berbeda, sebagaimana hadits Jabir radliyallahu ‘anhu. (HR. Al-Bukhari)
"Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melalui jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang (dari shalat) ‘ied. (Zadul Ma’ad)
7. Mengajak Semua Orang ke Tempat Shalat Id

Ini untuk syi'ar sekaligus silaturahmi dan bergembira, dalam semangat ukhuwah Islamiyah.

“Nabi Saw memerintahkan kepada kami pada saat shalat ‘ied (Idul Fithri ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beanjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haidh. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haidh untuk menjauhi tempat shalat.“ [HR Muslim]

Bagaimana dengan Malam Takbiran?
Ada dua pendapat di kalangan ulama: boleh dan tidak boleh.
An-Nawawi as-Syafii dalam Al Majmu 5/48 mengatakan, “Pendapat mayoritas ulama adalah tidak ada takbiran saat malam Ied, takbiran hanya dilakukan saat berangkat menuju tempat shalat Ied”.
Contoh dari Nabi Saw, sebagaimana poin 4 di atas, "takbiran" dilakukan dalam perjalanan menuju tempat shalat Id, bukan malam hari sebelum hari lebaran.

Yang pasti, mengagungkan Asma Allah (takbir) usai Ramadhan diperintahkan dalam Al-Quran:
"Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa) dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Ayat ini menjelaskan bahwasanya ketika orang sudah selesai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadlan maka disyariatkan untuk mengagungkan Allah dengan bertakbir. Atas dasar ayat tersebutlah ulama membolehkan takbiran di masjid atau "malam takbiran".

Dalam tafsir Al-Jami` Li Ahkamil Quran karya Al-Qurthubi jilid 2 halaman 302 disebutkan bahwa ayat ini telah menjadi dasar masyru`iyah atas ibadah takbir di malam `Ied, terutama `Iedul Fithri.

"Jumhur ulama berpendapat: disunnahkan bahkan bertakbir dengan nyaring di mana pun, di rumah, di pasar, di jalan-jalan, di masjid ketika menjelang dilaksanakannya salat id." (Fikhul-Islam wa Adillatuh karya Prof. DR. Wahbah Zuhayli).

Ucapan Idul Fitri

Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri atau Selamat Lebaran yang Benar sesuai dengan Sunnah Rasulullah Saw.

Taqobbalallahu minna waminkum

Terdapat berbagai riwayat dari beberapa sahabat bahwa mereka biasa mengucapkan Selamat Hari Raya dengan ucapan “Taqobbalallahu minna wa minkum” (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).
Dari Jubair bin Nufair, ia berkata, bahwa jika para sahabat Rasulullah Saw berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri atau Idul Adha, pen), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqobbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).”
Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Tidak mengapa (artinya: boleh-boleh saja) satu sama lain di hari raya ‘ied mengucapkan: Taqobbalallahu minna wa minka”.

Disebutkan dalam kitab Fathul Bari, diriwayatkan kepada kami dalam Al-Muhamiliyat dengan sanad yang baik dari Jubair bin Nufair berkata : dahulu para sahabat Rasulullah Saw apabila mereka bertemu pada hari raya sebagian mengucapkan kepada sebagian lain "Taqabbalawahu minna waminkum".

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Apa hukum mengucapkan selamat hari raya? Lalu adakah ucapan tertentu kala itu?”
Beliau rahimahullah menjawab, “Ucapan selamat ketika hari raya ‘ied dibolehkan. Tidak ada ucapan tertentu saat itu. Apa yang biasa diucapkan manusia dibolehkan selama di dalamnya tidak mengandung kesalahan (dosa).”

Saling Berpelukan, Boleh?

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Apa hukum jabat tangan, saling berpelukan dan saling mengucapkann selamat setelah shalat ‘ied?”
Syaikh rahimahullah menjawab, “Perbuatan itu semua dibolehkan. Karena orang-orang tidaklah menjadikannya sebagai ibadah dan bentuk pendekatan diri pada Allah. Ini hanyalah dilakukan dalam rangka ‘adat (kebiasaan), memuliakan dan penghormatan. Selama itu hanyalah adat (kebiasaan) yang tidak ada dalil yang melarangnya, maka itu asalnya boleh. Sebagaimana para ulama katakan, ‘Hukum asal segala sesuatu adalah boleh. Sedangkan ibadah itu terlarang dilakukan kecuali jika sudah ada petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya’"

Mohon Maaf Lahir Batin
Ucapan “Mohon Maaf Lahir dan Batin” saat Idul Fitri --tidak ada satu dalil pun yang menunjukkan seperti ini. Namun, hukumnya boleh saja karena tidak ada larangan.
Minal ‘Aidin wal Faizin
Ucapan “Minal ‘Aidin wal Faizin” artinya “Kita kembali dan meraih kemenangan”, juga tidak ada dalilnya, sebagaimana tidak ada larangan mengucapkannya. Selengkapnya adalah sebuah doa:Allahummaj'alnaa minal 'aidin wal faizin.
'Id Mubarak
Ibnu Taimiyah ditanya dalam Majmu Fatawa (24/253) : apakah ucapan selamat hari raya yang biasa diucapkan orang-orang : Ied Mubarak (hari raya yang diberkahi), dan semacamnya, apakah ada dasarnya dalam syariat atau tidak?
Maka beliau menjawab : adapun ucapan selamat hari raya dimana sebagian orang mengucapkan kepada sebagian lain apabila bertemu setelah sholat Id : Taqabbalallahu minna waminkum, dan semoga Allah menyampaikanmu tahun depan, dan semacam itu, maka ini telah diriwayatkan oleh sebagian sahabat bahwa dahulu mereka melakukannya, dan dibolehkan sebagian Imam seperti Ahmad dan lainnya, tetapi Ahmad berkata : aku tidak mau memulainya lebih dahulu, namun jika seseorang mengucapkannya kepadaku maka aku menjawabnya, karena itu jawaban ucapan selamat yang hukumnya wajib. 

Mengucapkan selamat terlebih dahulu bukan merupakan sunah yang diperintahkan, dan juga bukan termasuk yang dilarang, barangsiapa yang mengerjakannya maka dia memiliki panutannya, dan siapa yang meninggalkannya maka diapun memiliki panutannya. Wallahu A'lam Bish Shawabi.

Sumber : Risalah Islam

Thursday, July 24, 2014

Hutang & Hidup

Khalifah Umar bin Khattab dan Anaknya.

Umar bin Khattab (581-644) adalah khalifah yang telah membentangkan pengaruh Islam di sejumlah wilayah yang berada di luar Arab Saudi. Di masanya, Mesopotamia, sebagian Persia, Mesir, Palestina, Suriah, Afrika Utara, dan Armenia, jatuh ke dalam kekuasaan Islam. Kekuatan sebagai pemimpin sangat luar biasa, hadir berkat tempaan sang pemimpin agung, Muhammad Rasulullah SAW.

Namun, di balik kesuksesannnya sebagai pemimpin negara, Umar tetaplah seorang pribadi yang sangat sederhana.

Suatu hari, anak laki-laki Umar bin Khattab pulang sambil menangis. Sebabnya, anak sang khalifah itu selalu diejek teman temannya karena bajunya jelek dan robek.

Umar lalu menghiburnya. Berganti hari, ejekan teman-temannya itu terjadi lagi, dan sang anak pun pulang dengan menangis.

Setelah terjadi beberapa kali, rasa ibanya sebagai ayah mulai tumbuh. Tak cukup nasihat, anak itu meminta dibelikan baju baru. Tapi, dari mana uangnya ? Umar bingung, gajinya sebagai khalifah tidak cukup untuk membeli baju baru.

Setelah berpikir, ia pun punya ide. Umar menyurati baitul mal (bendahara negara).

Isi surat itu, (kira-kira bunyinya begini):

“Kepada Kepala Baitul Mal, dari Khalifah Umar. Aku bermaksud meminjam uang untuk membeli baju buat anakku yang sudah robek. Untuk pembayarannya, potong saja gajiku sebagai khalifah setiap bulan. Semoga Allah merahmati kita semua.“

Mendapati surat dari sang Khalifah Umar, kepala baitul mal pun memberikan surat balasan. Bunyinya, kurang lebih begini:

“Wahai Amirul Mukminin, surat Anda sudah kami terima, dan kami maklum dengan isinya. Engkau mengajukan pinjaman, dan pembayarannya agar dipotong dari gaji engkau sebagai khalifah setiap bulan. Tetapi, sebelum pengajuan itu kami penuhi, tolong jawab dulu pertanyaan ini, dari mana engkau yakin bahwa besok engkau masih hidup?“

Membaca balasan surat itu, bergetarlah hati Umar. Tubuhnya seakan lemas tak bertulang. Umar tidak bisa membuktikan bahwa esok hari ia masih hidup. Ia sadar telah berbuat salah. Ia bersujud sambil beristigfar memohon ampun kepada Allah.

Setelah memohon ampun, ia pun memanggil anaknya. “Wahai anakku, maafkan ayahmu. Aku tak sanggup membelikan baju baru untukmu. Ketahuilah, kemuliaan seseorang bukan diukur dari bajunya, melainkan dari kemuliaan akhlaknya. Sekarang, pergilah engkau ke sekolah, dan katakan saja kepada teman-temanmu bahwa ayahmu tak punya uang untuk membeli baju baru.“

Subhanallah...Allahuakbar.

(Sumber: Rubrik “Hikmah” Harian Republika)

Riya Pengikis Amal Manusia

Riya' adalah penyakit yang tidak boleh disepelekan. Dia mudah menjangkiti siapa dan kapan saja. Dia adalah perusak amal ibadah. Jika penyakit riya' sudah menjalar dan mengakar maka obatnya harus mujarab. Penyakit ini sangat halus sehingga perlu usaha lebih untuk menangkalnya demi meraih kebahagiaan nan abadi.

Definisi Riya'

Riya' kepada manusia adalah mengerjakan sesuatu agar manusia melihatnya. Ali al-Jurhani Rahimahullah berkata: "riya' adalah meninggalkan ikhlash dalam beramal karena mencari perhatian selain AllahAzza wa Jalla".

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata "Riya' adalah seseorang beribadah kepada Rabbnya tetapi dia membaguskan ibadahnya karena ingin dilihat orang lain hingga yang melihat berkata "Duhai alangkah alimnya orang ini', alangkah bagusnya ibadah dia dan semisalnya. Jadi dia menghendaki pujian manusia ketika beribadah kepada Allah, dia tidak menghendaki pendekatan kepada manusia dengan ibadah karena jelas ini syirik besar. Riya' yang ringan adalah syirik kecil dan riya' yang banyak adalah syirik besar.

Hukum Riya'

Riya' termasuk dosa besar  karena begitu banyak ancaman dan bahaya yang menegaskan keharamannya. Imam adz-Dzahabi rahimahullah memasukkan riya' kedalam dosa besar dan menyebutkan dalil-dalilnya dari al-qur'an, hadits dan atsar salaf (lihat al-kabaair hlm. 276 tahqiq Masyhur Hasan Salman)

Ibnu Hajar al- Haitami mengatakan " keharaman riya' telah ditegaskan dalam al-qur'an, hadits dan kesepakatan umat. Haramnya riya' sebagai syirik kecil karena pelecehannya terhadap hak Allah. oleh karena itu riya'  termasuk dosa besar yang membinasakan. Didalam riya' juga terdapat penipuan terhadap manusia, karena dia menampakkan seolah-olah orang yang iklash dan taat kepada Allah padahal bukan" (az-zawajir 2/44)

Bentuk-Bentuk Riya'

  • Riya' dalam agama dan badan. misalnya dengan menampakkan wajah yang pucat dan kurus agar orang menyangkanya ahli ijtihad dan ibadah atau orang yang selalu memikirkan agama dan akhirat.
  • Riya' dalam pakaian dan penampilan, misalnya membiarkan bekas tanda sujud  di wajahnya, rambut acak-acakan, kusut agar orang menilai bahwa dia adalah pengikut sunnah serta ahli ibadah. 
  • Riya' dalam perkataan, misalnya sesorang yang selalu menggerak-gerakkan bibirnya didepan manusia agar dikira selau berdzikir atau dibuat-buat baca alqur'an supaya dikira khusyuk.
  • Riya' dalam perbuatan seperti memnajangkan shalat, rukuk atau sujud karena merasa dilihat manusia
  • Riya' kepada teman semisal memaksakan diri sering berkunjung (sowan) kerumah ustadz biar dikatakan rajin sowan kepada ustadz.

Riya' yang membatalkan amalan

Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata: "ketahuilah bahwasanya amalan yang ditujukan kepada selain Allah bermacam-macam, adakalanya murni karena riya'.  Tidaklah yang ia niatkan kecuali mencari perhatian orang demi meraih tujuan-tujuan duniawi, sebagaimana halnya orang-orang munafik didalam sholat mereka. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ

Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia [QS.An-Nisa'(4): 142]

Riya' yang murni hampir selalu menghantui seorang mukmin dalam ibadah wajibnya serta pada amalan yang nyata dan terlihat manfaatnya Tentunya sesoarang muslim tidak ragu lagi bahwa amalan yang murni didasari dengan riya' tidak bernilai dan sia-sia dihadapan Allahsubhanahu wa ta'ala. Pelakunya berhak mendapatkan murka dan balasan dari Allah Azaa wa Jalla.

Jika suatu amalan terkotori oleh riya' dari asal niatnya maka batallah amalan tersebut. Namun bila asala amalannya karena Allah kemudian perasaaan riya' muncul ditengah-tengah amalannya, apabila dia berusaha menolaknya maka hal itu tidak membahayakan, tetapi bila ia malah senang dengan riya' maka ulama berselisih akan hukumnya. Imam Ahmad dan Ibnu Jarir ath-Thobari menguatkan pendapat bahwa amalannya tidak terhapus, dia akan dibalas sesuai dengan niatnya yang pertama tadi. pendapat ini diriwayatkan dari hasan al-Basri dan selainnya.

Bila seorang beramal ikhlas karena Allah, kemudian Allah memberikan rasa cinta dan pujian manusia hingga manusia memujinya dan diapun senang akan karunia dan rahmat-Nya kemudian bergembira maka hal tersebut tidak membahayakan dan sah-sah saja. Dasarnya adalaha hadits Abu dzar radhiyallahu 'anhu bahwasanya nabi shallallahu a'laihi wasallampernah ditanya tentang seorang yang beramal karena Allah kemudian manusia memujinya. Rasulullah shallalallahu 'alaihi wasallam menjawab: "itu adalah berita gembira seorang mukmin yang didahulukan" (HR. Muslim 2642, jami'ul Ulum wal Hikam: 1/79-84)

Syaikh Utsaimin Rahimahullah mengatakan "Ibadah yang terkotori dengan ria ada tiga keadaan:
1. Dorongan dalam ibadahnya dari asalnya hanya untuk riya' kepada manusia. maka jelas ini syirik
2. Asal niatnya ikhlas karena Allah kemudian muncul riya' ditengah-tengah ibadah.apabila ibadah itu tidak ada sangkut pautnya antara awal dan akhirnya maka ibadah yg tidak terkotori riya' tersebut sah dan diterima sedang ibadah yang terkotori riya tertolak. Akan tetapi apabila ibadah itu saling berhubungan  antara awal hingga akhir maka ada dua keadaan

  • Dia berusah menolak riya' tersebut dan tidak senang maka ibadahnya sah dan tidak ada pengaruhnya rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "sesungguhnya Allah memaafkan umatku dari perasaan yang muncul pada dirinya selama dia belum berbuat atau berbicara."(HR. Bukhari: 4968 dan Muslim: 127).
  • Dia tidak berusaha menolak riya' yang muncul bahkan senang dan merasa nyaman, maka batal seluruh ibadah yang ia kerjakan karena antara akhir dan awal ibadah tersebut saling berhubungan.
3. Bila riya' muncul setelah selesai ibadah maka tidak ada pengaruhnya sedikit pun kecuali dalam hal sedekah maka tidak boleh kita menyebut-nyebut pemberian tersebut dan menyakiti hati orang yang diberi. Allah subhanahu wa Ta'ala berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَّا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(al-Baqarah: 264).

Malapetaka dan Bahaya Riya'

1. Kehancuran umat.
Alah menolong umat ini karena keikhlasn orang-orang yang lemah. Jika ikhlash sudah terangkat maka kehancuran bagi umat ini. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidaklah Alah menolong imat ini melainkan karena orang-orang lemah, karena doa, shalat dan keikhlasan mereka". (An-Nasai 3178, dishahihkan oleh syaikh albani rahimahullah dalam shahih targhib wa tarhib: 1/6 ash-shohihah 2/443)

2. Dosa besar yang diancam neraka.
Orang yang riya' apabila belum bertaubat dari perbuatannya maka Allah akan mengancam dengan siksa neraka. Allah berfirman:


فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ.الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ.الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ.

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya,(QS.Al-Ma'un: 4-6)
Ingatlah kisah tiga orang yang berjihad,bersedekah dan pandai alqur'an. mereka tidaklah mengerjakan amalannya kecuali karena agar dikatakan pemberani, dermawan dan orang alim. akhirnya Allah mencampakkan merka kedalam neraka. (HR. Muslim: 1905)

3. Mewariskan kehinaan.
Allah tidaklah menghendaki dari orang-orang yang bermaksiat kecuali kehinaan! Nabi bersabda:
"Barangsiapa yang sum'ah kepada manusia dengan amalannya maka Allah akan beberkan sum'ahnya di hadapan seluruh manusia. Allah akan menghinakan dan merendahkannya (Shahih at- Targhib wa Tarhib: 1/16)

4. Aibnya akan terbongkar pada hari kiamat.
Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu a'anhu Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang hamba didunia ini mengerjakan sum'ah dan riya' melainkan Allah akan membeberkan aib riya' dan sum'ahnya dihadapan seluruh manusia pada hari kiamat. (HR. al-Hakim 4/127,ath-Thabarani 2803, dishahihkan oleh syaikh Albani rahimahullah dalm shahih Targhib 28, ash-Shahihah 934)

5. Lebih berbahaya dari fitnah dajjal.
"Maukah kalian aku kabari suatu perkara yang sangat kutakutkan dari fitnah dajjjal?" mereka menjawab: "tentu wahai rasulullah!" Rasulullah bersabda: "perkara itu ialah syirik yang sangat halus. yaitu bila seseorang sholat kemudian  dia membaguskan shalatnya karena ada perhatian orang yang melihatnya!!"(HR Ibnu Majah: 4204, dihasankan oleh Syaikh Albani dalam al-Misykah 5333)

6. Menghapus amalan sholeh (lihat QS al-Baqarah 264 diatas)

7. Menyesal pada hari kiamat

Kiat Agar Selamat Dari Riya'

1. Sadarilah hanya Allah yang Maha Agung, untuk apa kita besusah payah mencari pujian manusia sementara hal itu tidak ada gunanya dihadapan Allah bahkan amalan kita bisa terhapus..!!apakah kita akan mencari ridho manusia dengan membuat murka Allah.

2. Ingat adzab Allah sangat pedih, dengan merenungi ancaman Allah terhadap orang yang berbuat riya' berupa adzab dan siksa insha Allah akan membuat kita sadar untuk memperbaiki ibadah iklas karena Allah dan meninggalkan riya'

3. Ikhlas dalam beramal akan berbuah surga. janganlah tertipu oleh sanjungan manusia  atau dunia yang semu hingga terjatuh dalam penyakit riya'.(lihat QS.al-Insan: 9-12)

4. Dunia kehidupan sementara,

وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُّقْتَدِرًا

Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS.al Kahfi: 45)
Amalan shalih dan ikhlas akan bermanfaat ketika kita telah meninggal dunia

فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. (QS. al Kahfi 110)

5. Awas su'ul khotimah. mawas dirilah dengan akhir kehidupan kita, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'seluruh hamba akan dibangkitkan dalam keadaan saat dia meninggal dunia' (HR Muslim: 2878)

6. Berteman dengan orang yang ikhlas dan bertaqwa.
karena pengaruh teman sangatlah kuat teman yang baik adalah teman yang bisa mengajak pada kebaikan dan mendorong dalam hal ketaatan.

7. Berdoa
Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita melalui sabdanya, ‘Wahai sekalian manusia, jauhilah dosa syirik, karena syirik itu lebih samar daripada rayapan seekor semut.’ Lalu ada orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kami dapat menjauhi dosa syirik, sementara ia lebih samar daripada rayapan seekor semut?’ Rasulullah berkata, ‘Ucapkanlah Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika wa ana a’lam wa astaghfiruka lima laa a’lam (‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang aku sadari. Dan aku memohon ampun kepada-Mu atas dosa-dosa yang tidak aku ketahui).HR. Ahmad (4/403). Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiihul Jami’3/233

Bukan Termasuk Riya'

1. Mendapat pujian bukan karena keinginannya.

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".
Al Imam an Nawawi rahimahullah membuat suatu bab dalam kitab Riyadus Shalihin dengan judul, “Perkara yang dianggap manusia sebagai riya’ namun bukan termasuk riya’ “. Beliau membawakan hadist dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, “Apa pendapatmu tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian dia mendapat pujian dari manusia?: Beliau menjawab, “Itu adalah kebaikan yang disegerakan bagi seorang mukmin “ (H.R. Muslim 2642).

2. Mengerjakan Ibadah ketika bersama orang yang shalih
Hal ini terkadang menimpa ketika seseorang berkumpul dengan orang-orang shaleh sehingga lebih semangat dalam beribadah. Hal ini tidak termasuk riya’. Ibnu Qudamah mengatakan, “Terkadang seseorang menginap di rumah orang yang suka bertahajud (shalat malam), lalu ia pun ikut melaksanakan tahajud lebih lama. Padahal biasanya ia hanya melakukan shalat malam sebentar saja. Pada saat itu, ia menyesuaikan dirinya dengan mereka. Ia pun ikut berpuasa ketika mereka berpuasa. Jika bukan karena bersama orang yang ahli ibadah tadi, tentu ia tidak rajin beribadah seperti ini”

Syaikh Salim al- Hilali Hafizhohullah mengomentari: "Apabila  semangatnya dalam ibadah karena ingin menghilangkan halangan dan rasa malasnya maka ini terpuji, akan tetapi bila semangat  itu muncul karena agar jangan dikatakan malas dalam ibadah maka itu tercela dan kehancuran baginya.(ar-riya' hal55-56).

3. Menyembunyikan dosa
Kewajiban bagi setiap muslim apabila berbuat dosa adalah menyembunyikan dan tidak menampakkan dosa tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang menampakkan perbuatan dosanya. Di antara bentuk menampakkan dosa adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka ‘aib-‘aibnya yang telah Allah tutup.”(HR. Bukhari 5721 dan Muslim 2990)
barangsiapa yang mengira bahwa menyembunyikan dosa adalah riya' dan menceritakan dosa termasuk ikhlas maka sungguh ia telah keliru dan terjatuh dalam tipuan syaithan(setan)

4. Memakai baju dan sandal yang bagus
Hal ini tidak termasuk riya’ karena termasuk keindahan yang disukai oleh Allah. berdasarkan hadits Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidak akan masuk surga seseorang yang dalam hatinya terdapat sifat sombong walau sebesar dzarrah (semut kecil).” Lantas ada seseorang yang berkata,“Sesungguhnya ada orang yang suka berpenampilan indah (bagus) ketika berpakaian atau ketika menggunakan alas kaki.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan. Yang dimaksud sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia”(HR. Muslim 91)

5. Menampakkan syi'ar islam
Sebagian syariat Islam tidak mungkin dilakukan secara sembunyi-sembunyi, seperti haji, umroh, shalat jama’ah dan shalat jum’at. Seorang hamba tidak berarti riya’ ketika menampakkan ibadah tersebut, karena di antara keawajiban yang ada harus ditampakkan dan diketahui manusia yang lain. Karena hal tersebut merupakan bentuk penampakan syiar-syiar islam.

Penulis : Ustadz Abdillah Syahrul Fatwa a-Salim

Sabar

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
( سورة البقرة , Al-Baqara, Chapter #2, Verse #177)

Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),
( سورة الرعد , Ar-Rad, Chapter #13, Verse #22)

Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
( سورة النحل , An-Nahl, Chapter #16, Verse #96)

Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.
( سورة الروم , Ar-Room, Chapter #30, Verse #60)

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min , laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
( سورة الأحزاب , Al-Ahzab, Chapter #33, Verse #35)

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
( سورة الزمر , Az-Zumar, Chapter #39, Verse #10)

Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.
( سورة غافر , Ghafir, Chapter #40, Verse #55)

Surga Hak Allah

Abu Hurairah RA berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Ada dua orang lelaki bersaudara dari kaum Bani Israil. Salah satu di antaranya suka berbuat dosa, sedangkan yang lainnya ahli ibadah. Suatu saat ahli ibadah itu senantiasa melihat temannya membuat dosa, ia pun berkata kepadanya: ‘Hentikanlah perbuatan dosa itu!’ Kemudian, pada hari lain si ahli ibadah mendapati temannya itu berbuat dosa lagi, maka berkatalah ia kepadanya: ‘Hentikanlah perbuatan dosa itu!’ Orang yang berbuat dosa itu menyanggah: ‘Biarkanlah aku (ini adalah urusanku) dengan Rabbku! Apakah kamu diutus untukku sebagai pengintai?’ Maka berkatalah ahli ibadah kepada temannya: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu! (Atau Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam Syurga!) Setelah itu, kedua-duanya meninggal dunia dan berkumpul di sisi Rabb Semesta Alam. Dia berfirman kepada ahli ibadah itu: ‘Apakah kamu mengetahui Aku atau apakah kamu berkuasa dari apa yang berada di tanganKu?’ Allah berfirman kepada orang yang berbuat dosa: ‘Pergilah dan masuklah Syurga dengan rahmatKu!’ Sementara kepada yang satunya, Dia berfirman: ‘Masukkanlah orang ini ke dalam Neraka!’”

Surga Karunia Allah

Rasulullah saw bersabda :
عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : إِعْمَلُوْا وَسَدِّدُوْا وَقَارِبُوْا وَاعْلَمُوْا أَنَّ اَحَدًا مِنْكُمْ لَنْ يُدْخِلَهُ عَمَلُهُ الجَّنَّةَ قَالُوْا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ وَلاَ أَنَا إلاَّ اَنْ يَتَغَمَّدَ نِيَ الله ُ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَ فَضْلٍ وَفِى رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِى بِمَغْفِرَةٍ وَرَحْمَةٍ. ﴿ ح.ر مسلم ۸:۱٤۰، إبن كثر ٤:٥۰۱﴾
Dari Aisyah, dari Nabi SAW bahwasanya Beliau bersabda: Beramallah kalian, Sederhanalah (jangan berlebih-lebihan),berusahalah benar dan Istiqomah.Ketahuilah sesungguhnya amal seseorang dari kalian tidak akan memasukkannya ke Surga,mereka (para sahabat ) bertanya; apakah Anda juga demikian ya Rasulullah ? Beliau menjawab ; aku juga , kecuali Allah menempatkan aku dengan Rahmat dan karunia-Nya dan pada riwayat lain menurut Al- Bukhari : dengan Maghfiroh dan Rahmat-Nya.
(HR. Muslim 8:140, Ibnu Katsir 4:501

Jaminan Surga Untuk NABI Muhammad

Allah memberikan jaminan bahwa Nabi Muhammad akan masuk surga:
Agar Allah mengampuni dosamu (Muhammad) yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmatNya kepadamu dan menunjukimu jalan yang lurus. (Qs 48:2)

Allah memberikan jaminan bahwa Nabi Muhammad yang pertama masuk surga:
Hadis riwayat Anas bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Aku datang ke pintu surga pada hari kiamat, lalu aku meminta supaya pintu surga dibuka. Penjaga surga bertanya : “Engkau siapa?” Saya menjawab: “Muhammad!” Lalu dia berkata : “Saya diperintahkan, supaya tidak membukakan pintu surga kepada siapapun sebelum engkau”

Allah memberikan jaminan bahwa 10 sahabat Nabi masuk surga:
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (Qs At-Taubah : 100)

Allah memberikan jaminan bahwa 70.000 umat Nabi Muhammad akan masuk surga tanpa hisab: Imam Bukhari di dalam kitab shahihnya telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa beliau berkata: “Ditampakkan beberapa umat kepadaku, maka ada seorang nabi atau dua orang nabi yang berjalan dengan diikuti oleh antara 3-9 orang. Ada pula seorang nabi yang tidak punya pengikut seorangpun, sampai ditampakkan kepadaku sejumlah besar. Aku pun bertanya apakah ini? Apakah ini ummatku? Maka ada yang menjawab: ‘Ini adalah Musa dan kaumnya,’ lalu dikatakan, ‘Perhatikanlah ke ufuk.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah besar manusia memenuhi ufuk kemudian dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke sana dan ke sana di ufuk langit.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah orang telah memenuhi ufuk. Ada yang berkata, ‘Inilah ummatmu, di antara mereka akan ada yang akan masuk surga tanpa hisab sejumlah 70.000 orang. Kemudian Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam masuk tanpa menjelaskan hal itu kepada para shahabat. Maka para shahabat pun membicarakan tentang 70.000 orang itu. Mereka berkata, ‘Kita orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya maka kitalah mereka itu atau anak-anak kita yang dilahirkan dalam Islam, sedangkan kita dilahirkan di masa jahiliyah.’ Maka sampailah hal itu kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu beliau keluar dan berkata, ‘mereka adalah orang yang tidak minta diruqyah (dimanterai), tidak meramal nasib dan tidak minta di-kai, dan hanya kepada Allahlah mereka bertawakkal.” [HR. Bukhari 8270]

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata: aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda,
“Akan masuk surga sekelompok dari ummatku sejumlah 70.000 orang. Wajah-wajah mereka bercahaya seperti cahaya bulan.” [HR. Bukhari]

Allah memberikan jaminan bahwa umat Islam masuk surga:
Hadits Nabi
يأبى قال من أطاعني دخل الجنة ومن عصاني فقد أبى رواه البخاري
Dari Abi Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap ummatku pasti akan masuk surga, kecuali yang tidak mau.” Shahabat bertanya, “Ya Rasulallah, siapa yang tidak mau?” Beliau menjawab, “Mereka yang mentaatiku akan masuk surga dan yang menentangku maka dia telah enggan masuk surga.”
Dari Abi Said bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bila ahli surga telah masuk surga dan ahli neraka telah masuk neraka, maka Allah SWT akan berkata, Orang yang di dalam hatinya ada setitik iman, hendaklah dikeluarkan. Maka mereka pun keluar dari neraka.”
Dari Anas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan dan di dalam hatinya ada seberat biji dari kebaikan.”
Rasulullah Saw bersabda: “Semua ummatku akan masuk surga, kecuali orang yang enggan (tidak mau).” (HR Bukhori 22/248)

Sifat Terpuji

Bersabar dan Memberi Maaf
Oleh KH Abdurrahman Wahid

Dalam kitab suci al-Qur’ân dinyatakan: “Demi masa, manusia selalu merugi, kecuali mereka yang beriman, beramal shaleh, berpegang kepada kebenaran dan berpegang kepada kesabaran (Wal-‘ashri innal–insâna la fî khusrin illâ-lladzîna ‘âmanû wa ‘amilus-shâlihâti wa tawâshau bil-haqqi wa tawâshau bis-shabr)” QS al-‘Ashr (103):1-3).

Ayat tersebut mengharuskan kita senantiasa menyerukan kebenaran namun tanpa kehilangan kesabaran. Dengan kata lain, kebenaran barulah ada artinya, kalau kita juga memiliki kesabaran. Kadangkala kebenaran itu baru dapat ditegakkan secara bertahap, seperti halnya demokrasi. Di sinilah rasa pentingnya arti kesabaran.

Demikian pula sikap pemaaf juga disebutkan sebagai tanda kebaikan seorang muslim. Sebuah ayat menyatakan: “Apa yang mengenai diri kalian dari (sekian banyak) musibah yang menimpa, (tidak lain merupakan) hal-hal berupa buah tangan kalian sendiri. Dan (walaupun demikian) Allah memaafkan sebagian (besar) hal-hal itu (mâ ashâbakum min mushîbatin fa bimâ kasabat a’ydîkum wa ya’fû ‘an katsîrin)” (QS al-Syura (42):30).

Firman Allah ini mengharuskan kita juga mudah memberikan maaf kepada siapapun, sehingga sikap saling memaafkan adalah sesuatu yang secara inherent menjadi sifat seorang muslim. Inilah yang diambil mendiang Mahatma Gandhi sebagai muatan dalam sikap hidupnya yang menolak kekerasan (ahimsa), yang terkenal itu. Sikap inilah yang kemudian diambil oleh mendiang Pendeta Marthin Luther King Junior di Amerika Serikat, dalam tahun-tahun 60-an, ketika ia memperjuangkan hak-hak sipil (civil rights) di kawasan itu, yaitu agar warga kulit hitam berhak memilih dalam pemilu.

Hal ini membuktikan, kesabaran dalam membawakan kebenaran adalah sifat utama yang dipuji oleh sejarah. Sebagaimana dituturkan oleh kisah perwayangan, para ksatria Pandawa yang dengan sabar dibuang ke hutan untuk jangka waktu yang lama, juga merupakan contoh sebuah kesabaran. Jadi, kesadaran akan perlunya kesabaran itu, memang sudah sejak lama menjadi sifat manusia.

Tanpa kesabaran, konflik yang terjadi akan dipenuhi oleh kekerasan. Sesuatu yang merugikan manusia sendiri. Kekerasan tidak akan dipakai, kecuali dalam keadaan tertentu. Hal ini memang sering dilanggar oleh kaum muslimin sendiri. Sudah waktunya kita kaum muslimin kembali kepada ayat di atas dan mengambil kesabaran serta kesediaan memberi maaf, atas segala kejadian yang menimpa diri kita sebagai hikmah.

Antara Dendam dan Maaf

Memberi dan Meminta Maaf
Drs.H. Abdul Rahman

Memberi dan meminta maaf kepada seseorang merupakan sikap yang dianjurkan oleh Allah SWT, sebab dengan sikap tersebut, sikap dendam dan rasa marah dapat dihilangkan. Sifat dendam dan rasa marah itulah sesungguhnya yang sering menyebabkan terjadinya berbagai tindak kekerasan dan kekejaman. Oleh karena itu dengan mengedepankan sikap memberi dan meminta maaf, perbuatan tidak terpuji itu dapat dihindari. Memang diakui bahwa tidak semua dendam dan marah itu timbul akibat seseorang enggan memberi dan meminta maaf, tetapi yang jelas sikap enggan memberi dan meminta maaf dapat menimbulkan dendam dan marah seseorang. Selain itu, sikap mudah memberi dan meminta maaf merupakan salah satu ciri orang bertaqwa. Oleh karenanya, orang yang suka memberi dan meminta maaf nilai kepribadiannya dan ketaqwaannya sangat luhur. Itulah sebabnya maka sikap ini senantiasa dimiliki oleh para nabi dan rasul Allah, para sahabat utama Nabi Muhammad SAW, para ahli sufi dan orang-orang yang saleh.

Sikap seperti itu misalnya ditunjukkan oleh Nabi Yusuf AS, yang memaafkan saudara-saudaranya yang dulu membuang beliau, bahkan memasukkannya ke dalam sumur. Sikap tersebut juga ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW, yang memberi maaf kepada penduduk Makkah yang memusuhi dakwahnya, menyiksa, dan mengusirnya. Dengan sikap inillah satu persatu seluruh penduduk Makkah masuk Islam dengan berbondong-bondong. Demikian pula beliau senantiasa meminta maaf kepada para sahabatnya dan ummatnya, walaupun mereka mengakui bahwa beliau tidak pernah berbuat salah terhjadap mereka. Menjelang akhir hayatnya, beliau mengumumkan dihadapan para sahabatnya bahwa beliau meminta maaf kepada mereka dan menyampaikan kepada mereka bahwa siapa-siapa yang merasa disakiti atau tersinggung selama dalam kepemimpinannya agar mereka mengumumkannya dan mempersilahkan untuk menuntut balas dendam kepada beliau. Maka pada akhir hayatnya beliau tidak meninggalkan kesalahan sama sekali, bahkan beliau meninggal dengan penuh keharuman dan ditengah-tengah kecintaan ummat yang amat mendalam. Sikap pemaaf Rasulullah SAW juga diteladani oleh para sahabatnya dan orang-orang yang saleh. Dalam hal sikap pemaaf, Allah SWT berfirman yang artinya :
........ dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran : 134)
Ayat tersebut sedang menjelaskan tentang ciri-ciri orang yang bertaqwa, yang berarti sikap suka memberi dan meminta maaf adalah termasuk sikap orang yang bertaqwa.

Namun yang masih kita prihatinkan hingga sekarang ini adalah masih banyaknya orang yang enggan memberi maaf atas kesalahan yang diperbuat orang lain, walaupun orang tersebut sudah bertaubat dan meminta maaf. Juga masih banyak orang yang tidak mau meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan terhadap orang lain. Padahal jelas-jelas kesalahan itu dilakukan olehnya. Akibat sikap enggan memberi dan meminta maaf itulah maka sifat-sifat dendam, marah, dan benci yang ada di masyarakat itu timbul dikarenakan dari keengganan tersebut sulit dihilangkan. Akhirnya sifat-sifat tersebut merusak tali persaudaraan. Keengganan memberi dan meminta maaf itu terjadi karena :
Pertama, akibat rasa dendam yang timbul dalam hati. Rasa dendam itu kemudian melahirkan kemarahan sehingga seseorang sulit untuk meminta maaf, bahkan lebih buruk lagi jika timbul tindakan balas dendam. Tindakan balas dendam inilah yang akhirnya merugikan dan meresahkan masyarakat. Memang rasa dendam bisa timbul salah satu sebabnya karena seseorang enggan memberi dan meminta maaf, tetapi karena dendam pula seseorang menjadi enggan memberi dan meminta maaf.

Sifat dendam yang kemudian tidak mempedulikan kata maaf terhadap seseorang itu bisa terjadi karena dua sebab yaitu karena dengki (iri hati) dan akibat kejahatan yang dilakukan seseorang terhadap orang yang dendam itu.
Dendam yang timbul karena dengki itu merupakan penyakit hati manusia yang tidak ingin melihat orang lain bahagia atau sukses. Hanya karena tidak senang melihat orang bahagia / sukses, ia terkadang tega melakukan tindak kejahatan. Karena itu penyakit dengki merupakan penyakit hati yang berbahaya sekali, yang harus dikikis habis dari dalam diri manusia. Adapun dendam yang timbul akibat kejahatan orang lain sehingga terdorong ingin melakukan balas dendam, hal itu juga tidak dibenarkan oleh Islam. Sebab tindakan balas dendam hanya akan melahirkan tindakan serupa dari pihak yang dirugikan.

Oleh karena itu jalan yang paling baik adalah menghilangkan sifat atau rasa dendam tersebut. Sebab dengan hilangnya sifat atau rasa dendam itu, maka seseorang akan menjadi pemaaf, sedangkan sifat pemaaf ini akan menimbulkan simpati orang lain, hingga orang lain yang semula hatinya keras dapat berubah menjadi lunak. Yang dulunya benci menjadi cinta, yang kemarin memusuhi menjadi pembela, dan yang semula antipati berubah menjadi pendukung berat. Itulah sebabnya mengapa Nabi Muhammad SAW, mendapat pengikut yang besar sekali, hingga seluruh penduduk jazirah Arab masuk Islam. Sekiranya beliau memiliki sifat dendam dan kasar, pasti mereka akan lari dari beliau karena takut akan tindakan balasan dari beliau terhadap mereka yang dulu pernah memusuhinya. Dalam hal sifat Nabi itu, Allah SWT berfirman yang artinya :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu..” (QS. Ali Imran :159)

Kedua, yang menyebabkan seseorang enggan memberi atau meminta maaf ialah karena merasa tidak pernah berbuat salah. Yang demikian itu karena ia merasa tindakannya benar, dan sudah sesuai dengan prosedur hukum. Padahal tindakannya itu nyata-nyata menyengsarakan dan merugikan orang lain. Hal itu dapat terjaddi karena seseorang tidak mau mengkoreksi dirinya, yang demikian karena ia tidak mempunyai pegangan dan dasar yang kuat yang dapat dijadikan jalan untuk bermuhasabah (mengkoreksi diri).

Mengukur perbuatan jika hanya dengan pendapatnya sendiri, maka yang bersangkutan akan merasa selalu benar. Oleh sebab itu ukuran yang paling tepat untuk mengukur perbuatan seseorang ialah Al-Qur’an. Sebab dengan Al-Qur’an itulah seseorang akan mampu melihat secara adil terhadap dirinya sendiri. Sehingga bila terdapat kesalahan pada dirinya ia tidak segan-segan mengakuinya dan meminta maaf kepada yang dirugikan. Maka marilah kita senantiasa bermuhasabah agar kita senantiasa ingat bahwa kita terkadang juga bisa berbuat salah. Dengan kesadaran inilah kita akan mudah mengakui kesalahan dan tidak perlu menyalahkan orang lain. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS.Al-Hasyr:18)

Ketiga, yang menyebabkan seseorang enggan memberi dan meminta maaf ialah karena menyangka bahwa sikap memberi dan meminta maaf itu merupakan simbul kelemahan dan kekalahan. Oleh karenanya seseorang akan merasa rendah diri jika harus memberi atau meminta maaf terlebih dahulu.
Anggapan seperti itu sungguh sangat keliru, karena justru sikap suka memberi dan meminta maaf itulah seseorang menjadi luhur derajatnya. Sebaliknya keengganan memberi atau meminta maaf itu menyebabkan seseorang menjadi rendah derajatnya. Satu bukti bahwa dengan sikap pemaaf Rasulullah SAW, itulah beliau semakin luhur pribadinya, dicintai ummatnya, dan semakin banyak pengikutnya, yang berarti pula semakin besar kekuatannya. Jika demikian bisa ditegaskan bahwa didalam sikap pemaaf itu ada keluhuran dan kemenangan. Dalam hal memberi maaf, Allah SWT berfirman yang artinya :
“...dan pema`afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Baqarah : 237 )

Dari uraian ini dapat disimpulkan : Pertama, sikap mau memberi dan meminta maaf merupakan bukti keluhuran pribadi seseorang dan salah satu ciri orang yang bertaqwa. Kedua, dengan sikap tersebut, maka rasa dendam, benci dan permusuhan dapat dihilangkan.

Sebagai penutup marilah kita tumbuhkan dalam diri kita sikap suka memberi dan meminta maaf terhadap orang lain. Semoga Allah senantiasa memaafkan kesalahan-kesalahan kita dan memberkahi kita semua, Amin.

Wednesday, July 2, 2014

Hamba Yang Dicintai Allah

1. Orang yang mencintai Allah dan rasul-Nya
Ta'atilah allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat.  
(  سورة آل عمران  , Aal-e-Imran, Chapter #3, Verse #132)

2. Orang yang bertaqwa/muttaqin
Sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.  
(  سورة آل عمران  , Aal-e-Imran, Chapter #3, Verse #76)


3. Orang yang beriman/mu'minin
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.  
(  سورة الأحزاب  , Al-Ahzab, Chapter #33, Verse #43)


4. Orang yang berbuat baik/muhsinin
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.  
(  سورة البقرة  , Al-Baqara, Chapter #2, Verse #195)


5. Orang yang berbuat adil/muqsithin
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.  
(  سورة المائدة  , Al-Maeda, Chapter #5, Verse #42)


6. Orang yang sabar/shabirin
Dan ta'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.  
(  سورة الأنفال  , Al-Anfal, Chapter #8, Verse #46)


7. Orang yang bertawakal/mutawakkilin
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.  
(  سورة الحجرات  , Al-Hujraat, Chapter #49, Verse #13)


8. Orang yang bertaubat/tawwabin
Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang Ansar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka,  
(  سورة التوبة  , At-Taubah, Chapter #9, Verse #117)


9. Orang yang suci/mutathohhirin
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.  
(  سورة البقرة  , Al-Baqara, Chapter #2, Verse #222)


10. Orang yang berjuang di jalan Allah dalam organisasi
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.  
(  سورة الصف  , As-Saff, Chapter #61, Verse #4)